Jenis-jenis Rumah Adat Lampung Nuwo Sesat
Selain memiliki desain dan model rumah yang unik, rumah adat Lampung Nuwo Sesat juga memiliki beberapa jenis lho!
Berikut jenis-jenis rumah adat Nuwo Sesat diantaranya :
Nuwo Sesat Balai Agung
Jenis rumah adat Nuwo Sesat yang pertama yaitu Sesat Balai Agung yang juga merupakan sebagai ikon.
Sesat Balai Agung digunakan sebagai tempat melakukan pertemuan oleh para penyimbang adat atau dikenal juga sebagai purwatin, tempat ini digunakan untuk musyawarah pepung di balai agung.
Ketika memasuki rumah ini kamu akan melewati jambat agung atau tangga, yang di sepanjang tangga terdapat payung berwarna putih, kuning, dan merah. Ini melambangkan kesatuan oleh masyarakat Lampung.
Payung putih ini juga memiliki arti tingkat marga , sedangkan payung kuning sebagai tingkat kampung, dan payung merah sebagai lambang tingkat suku di Lampung.
Rumah ini, juga memiliki lambang burung garuda yang dipercaya masyarakat Lampung sebagai kendaraan yang digunakan Dewa Wisnu pada zaman dahulu.
Nuwo Balak, yang berarti “rumah besar”, adalah sebuah bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal kepala suku.
Rumah berukuran 30 x 15 meter ini memiliki beranda untuk bersantai. Bangunan utama Nuwo Balak juga terbagi menjadi beberapa ruangan. Dengan dua ruang pertemuan, satu ruang keluarga, dan delapan kamar tidur.
Nuwo Lunik yang berarti “rumah kecil”, merupakan bangunan yang sering digunakan oleh masyarakat biasa.
Karena ukurannya yang lebih kecil, rumah ini menjulang tanpa dilengkapi beranda rumah. Bangunan utama memiliki berbagai kamar tidur dan dapur yang menyatu pada bangunan utama. Kemudian atapnya berbentuk perahu terbalik.
9 Rumah Adat Papua beserta Nama, Keunikan, Ciri-ciri, dan Gambarnya Lengkap!
Bagian Rumah Adat Lampung Nuwo Sesat
Rumah adat satu ini memiliki material utama yang terbuat dari kayu dengan desain bentuk rumah menyerupai rumah panggung.
Bagian dalam rumah memiliki beberapa bagian dengan fungsi dan filosofi masing-masing. Di antaranya :
Ijan Geladak adalah pintu masuk ke rumah. Bentuknya menyerupai tangga yang disebut Rurung Agung.
Dalam upacara adat, para penjaga menggunakan bagian itu untuk menjaga pintu masuk. Bahkan pada upacara-upacara tertentu, tamu-tamu penting disambut dengan tarian sebelum menuju ke Ijan Geladak.
Setelah menaiki tangga atau Ijan Geladak kamu akan langsung menuju Anjungan atau serambi.
Tempat ini biasanya digunakan untuk melakukan musyawarah atau sekedar beristirahat sambil menikmati angin sepoi-sepoi. Pada acara-acara penting, Anjungan ini juga digunakan untuk menerima tamu.
Ruang Pasiban adalah ruang sakral yang hanya boleh dimasuki oleh kepala suku atau tamu terhormat.
Mereka biasanya menggunakan ruang ini untuk merencanakan hal-hal penting atau bermusyawarah seperti upacara atau acara adat.
Lampung memiliki seni musik yang disebut Gamelan Lampung. Ruangan Tetabuhan inilah yang digunakan untuk menyimpan alat musik tersebut. Gamelan Lampung yang unik ini terinspirasi dari gamelan Jawa.
Kenali Rumah Adat Banten beserta Penjelasan dari Keunikan dan Sejarah Singkatnya
Pada dasarnya Rumah Nuwo Sesat tidak dibangun untuk warga biasa, melainkan untuk pejabat tinggi/pemimpin untuk bermusyawarah. Kegiatan musyawarah ini memakan waktu yang lama, maka dari itu dibuatlah ruangan Gajah Merem.
Ruangan ini terinspirasi dari gajah yang dipercaya masyarakat Lampung sebagai pemimpin. Bersama dengan kata Merem artinya pemimpin yang butuh istirahat.
Itulah informasi mengenai rumah adat Lampung dan keunikannya. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan kamu.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu:
Kost Dekat UNPAD Jatinangor
Kost Dekat UNDIP Semarang
Kost Dekat Unnes Semarang
Kost Dekat ITB Bandung
Kost Dekat ITS Surabaya
Kost Dekat Unesa Surabaya
Kost Dekat UNAIR Surabaya
Kost Dekat UIN Jakarta
Pernah melihat rumah adat beratap kerucut yang terletak di atas pegunungan? Namanya Mbaru Niang, rumah adat yang bisa ditemukan di Desa Wae Rebo, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Melansir Portal Informasi Indonesia, Senin (2/10/2023), Desa Wae Rebo merupakan salah satu desa adat terpencil di Kabupaten Manggarai yang dikelilingi pegunungan dan hutan hujan tropis. Desa ini menjadi satu-satunya desa adat di Manggarai yang masih mempertahankan eksistensi Mbaru Niang sebagai rumah tinggal.
Mbaru Niang dibangun dari kayu worok dan bambu. Konstruksi bangunan disatukan bukan dengan paku, tetapi menggunakan tali rotan. Rumah ini menjulang hingga 15 meter di atas pegunungan dengan ketinggian sekitar 1.117 meter di atas permukaan laut (mdpl).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti yang dikatakan di awal, atap Mbaru Niang berbentuk kerucut yang terbuat dari daun lontar. Atap ini menjulur dari atas rumah hingga hampir menyentuh tanah.
Ketua Lembaga Adat Pelestarian Budaya Wae Rebo, Fransiskus Mudir, mengatakan bahwa bentuk kerucut ini menyimbolkan perlindungan dan persatuan rakyat Wae Rebo. Sementara itu, lantai rumah ini berbentuk lingkaran yang merupakan simbol harmonisasi dan keadilan keluarga dan antarwarga.
Mbaru Niang memiliki lima lantai yang memiliki fungsi berbeda-beda. Lantai pertama berfungsi sebagai tempat tinggal. Lantai kedua adalah loteng yang digunakan untuk menyimpan bahan makanan dan barang-barang.
Lalu, lantai ketiga dipakai untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan, sedangkan lantai keempat untuk menyimpan stok makanan sebagai antisipasi masa kemarau. Terakhir, lantai kelima berfungsi sebagai tempat sesajian untuk para leluhur.
Masyarakat Wae Rebu sudah menghuni Mbaru Niang sejak abad ke-18. Bangunan rumah terus dijaga oleh masyarakat setempat sehingga masih lestari sampai saat ini. Satu rumah biasanya dihuni oleh enam hingga delapan keluarga.
Di Desa Wae Rebo, terdapat 7 buah rumah Mbaru Niang yang berdiri mengelilingi sebuah altar yang disebut compang sebagai titik pusat. Compang berfungsi sebagai tempat untuk memuji dan menyembah Tuhan dan para leluhur. Jumlah 7 mengandung makna penghormatan terhadap tujuh arah gunung dan dipercaya sebagai pelindung Kampung Wae Rebo.
Keunikan Mbaru Niang ini membuatnya meraih penghargaan pada kategori konservasi warisan budaya dari UNESCO Asia-Pasifik tahun 2012. Dikelilingi oleh pemandangan alam yang indah, rumah ini juga menjadi salah satu tujuan wisata bagi turis lokal dan asing.
Jika ingin mendatangi kawasan rumah ini, kamu harus menempuh perjalanan kurang lebih 6 kilometer dari Desa Dintor ke Desa Denge menggunakan kendaraan.
Selanjutnya, kamu harus melakukan perjalanan mendaki sekitar 9 kilometer selama 3-4 jam dari Desa Denge ke Desa Wae Rebo. Meski melelahkan, semua itu akan terbayarkan oleh keindahan dan keunikan kawasan rumah Mbaru Niang ini.
Buat detikers yang punya permasalahan seputar rumah, tanah atau properti lain, tim detikProperti bisa bantu cari solusinya. Kirim pertanyaan kamu vie email ke [email protected] dengan subject 'Tanya detikProperti', nanti pertanyaan akan dijawab oleh pakar.
JAKARTA - Rumah adat merupakan salah satu bentuk interpretasi budaya daerah setempat yang kaya dengan keunikan, sejarah dan filosofinya. Salah satu rumah adat yang terdapat di Indonesia yaitu rumah adat Nusa Nenggara Timur (NTT).
NTT adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terdiri dari beberapa pulau. Provinsi ini juga memiliki banyak keragaman. Keragaman tersebut terdiri dari suku hingga rumah adat. Beberapa suku yang dapat kita jumpai di Nusa Tenggara Timur adalah suku Antoni, Belu, Lamaholot dan lain-lain.
Setiap suku memiliki desain dan bentuk rumah adat yang unik masing-masing. Satu jenis rumah adat yang terdapat di NTT dibagi menjadi beberapa bagian rumah.
Gaya struktur rumah adat ini juga bermacam-macam dan memiliki ciri khas tersendiri. Bahkan setiap struktur bagian rumahnya mempunyai fungsi dan makna yang khusus.
Rumah adat di wilayah NTT biasanya berbentuk rumah panggung dengan struktur agak persegi atau persegi panjang. Berbeda dengan rumah adat Timor Timur yang memiliki bentuk bulat seperti telur dan tidak terdapat tiang.
Beberapa hunian tradisional pada rumah adat ini pada dasarnya dibedakan dari segi model atau bentuk atap rumahnya, antara lain:
Beberapa hunian rumah adat tersebut tetap memiliki kesamaan meskipun bentuk atapnya berbeda-beda. Persamaannya terdapat pada tersedianya tempat khusus yang diyakini sebagai tempat suci untuk para arwah nenek moyang. Pada waktu-waktu tertentu, tempat istimewa tersebut diberikan sesaji.
Lantai rumah dari kayu
Keunikan lainnya yang bisa kamu temukan pada rumah adat satu ini yaitu pada lantai rumah yang terbuat dari material kayu khesi dan kayu bambu yang membuat material lantainya kuat dan kokoh.
Selain berfungsi sebagai lantai, kayu khesi dan bambu ini juga digunakan sebagai dinding dengan disusun sejajar.
Pintu dari rumah adat Lampung terbilang sangat unik karena rumah dilengkapi dengan pintu dari kayu yang dipotong dan disambung dengan engsel serta rangka besi yang membentuk balok ganda yang berukuran besar.
Sehingga untuk membuka pintu rumah ini dibutuhkan tenaga yang kuat. Selain itu, desain untuk jendela rumah adat ini juga dibuat sama namun dengan ukuran yang lebih kecil.
Memiliki beberapa jenis
Rumah adat Nuwo Sesat juga memiliki beberapa jenis yang masing-masing berbeda.
Rumah adat Lampung Nuwo Sesat ini dibedakan sesuai fungsinya masing-masing. Terdapat beberapa jenis Nuwow Sesat yakni Balai Agung, Nuwo Balak, dan Nuwow Lunik.
Mengenal Rumah Adat Sulawesi Utara dari Bentuk, Keunikan, Gambar, dan Penjelasannya
Keunikan Rumah Adat Lampung
Sama halnya dengan rumah adat di tiap daerah. Rumah adat Lampung juga memiliki keunikannya sendiri di antaranya :
Pondasi rumah adat dari batu
Rumah adat Lampung memiliki desain seperti rumah kayu panggung, namun rumah ini juga menggunakan pondasi dari batu.
Rumah adat Nuwo Sesat memiliki pondasi batu berbentuk persegi dan sangat berbeda dengan rumah biasa yang biasanya berbentuk cakar ayam dan membutuhkan proses yang panjang.
Pondasi ini disebut umpak batu, memiliki tiang penyangga sejumlah 25 buah dengan tiang induk 20 buah.
Sejarah rumah adat NTT
Dari sejarahnya, rumah adat Musalaki dipercaya sebagai rumah adat asli masyarakat suku Ende Lio. Penamaan rumah adat Musalaki ini berasal dari sebuah kata dalam bahasa Ende Lio; Mosa.
Mosa bermakna sebagai “ketua”, dan Laki yang berarti “adat”, sehingga rumah Musalaki disepakati sebagai sebuah rumah yang dijadikan tempat tinggal utama Kepala Suku masyarakat suku Ende Lio.
Bentuk Rumah Adat Suku Tetun dan Maknanya
Secara umum, suku Tetun memiliki karakteristik rumah yang berbentuk panggung dengan atap layaknya perahu terbalik. Menariknya, atap tersebut cukup besar hingga beberapa dari atap rumah suku Tetun menjulur sampai ke tanah.
Rumah adat atau rumah tradisional suku Tetun disangga oleh dua tiang utama yang diletakkan di pusat rumah adat (di tengah). Kedua tiang ini paling tinggi dan memiliki diameter yang paling besar dari tiang-tiang lainnya
Tiang-tiang tersebut diambil dari kayu dengan kualitas terbaik dengan kriteria harus lurus dan “tidak pernah disentuh oleh tangan manusia” artinya tidak ada bekas kapak. Biasanya tiang ini diambil dari hutan suci.
Setelah ritual penebangan selelsai, kedua tiang ini diarak dengan tari-tarian, seruan-seruan, nyanyian menuju lokasi rumah adat.
Menurut kepercayaan suku Tetun, dua tiang tersebut melambangkan nenek moyang laki-laki (bei mane) dan nenek moyang perempuan (bei feto) dari klan tersebut. Oleh karena itu, saat tiang ini hendak ditegakan, wajib diperlakukan sebagai seorang manusia.
Kedua tiang itu dihiasi dengan pakaian adat lengkap ketika hendak ditegakkan dengan diiringi pukulan gendang dan tarian.
Rumah adat suku Tatun memiliki tata ruangnya berbentuk persegi atau persegi panjang. Biasanya, rumah adat suku Tetun memiliki tiga ruang utama, yakni kolong, ruang tengah, dan loteng.
Umumnya dinding rumah adat menggunakan papan dari kayu. Pada dinding ini diberi ukiran yang menyimbolkan pesan tertentu. Ukiran terssebut dapat berupa makanan pokok sehari-hari, misalnya padi, jagung, umbi-umbian, dan hewan kurban; beberapa hewan, seperti buaya (leluhur/ nai bei), ayam jantan (simbol kejantanan/ meo), cicak (peramal); hingga motif payudara perempuan yang melambangkan kehidupan dan kesuburan.
Bentuk rumah adat suku Tetun turut menggambarkan status sebuah klan dalam struktur masyarakat. Misalnya, di dalam etnis Tetun terdapat rumah adat Raja (uma na’i), rumah pembantu raja (uma vetor), rumah bawaan raja (uma dato), dan rumah rakyat biasa (uma renu) dengan ciri khas berbeda.
Pada rumah adat yang berukuran besar, misalnya rumah adat raja (uma na’i atau uma metan) disertakan juga anyaman bambu bergaya mahkota di bagian atap paling ujung dan sebuah teras di bagian depan rumah adat sebagai tempat pertemuan.
Selain itu, ada pula rumah adat dengan pembagian tiga fungsi di Desa Wehali, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, yakni uma timur (rumah tinggal), uma lulik (rumah adat), dan uma kakaluk (rumah pengobatan).
Semua rumah adat ini mesti berperan dalam menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan dalam struktur masyarakat suku Tetun.